PATOFISIOLOGI CEDERA OLAHRAGA
Arif setiawan, FIK-UNNES
Olah raga tidak terlepas dari adanya gerakan yang selanjutnya akan melibatkan berbagai struktur/jaringan pada tubuh manusia, misalnya sendi, otot,meniscus/discus, kapsuloligamenter, dan otot. Gerakanterjadi bilamana mobilitas serta elastisitas dan kekuatan jaringan penompang dan penggerak senditerjamin. Semakin mobile suatu persendian mempunyai konsekuensi berupa semakin tidak stabilnya sendi tersebut. Ketidakstabilan suatu sendi akan mengakibatkan struktur sekitarnya  mudah cedera apalagi bila elastisitas dan kekuatan jaringan penompang dan penggerak sendi tidak memadai. Stabilitas suatu persendian akan dipengaruhi oleh: konfigurasi tulang pembentuknya, keadaan  kapsuloligamenter, keadaan otot penggerak, tekanan intra artikuler, keadaan discus/ meniscus, derajat kebebasan gerak serta pengaruh gaya gravitasi.
Perjuangan untuk mencapai suatu prestasi bertingkat nasional bahkan intrnasional dibutuhkan proses latihan yang cukup panjang dengan memperhatikan prinsip-prinsip latihan, factor kesehatan, mental, gizi, bahkan factor yang dapat menimbulkan cedera. Cedera olahraga adalah suatu keadaan dimana terjadi kerusakan jaringan pada saat melakukan latihan/aktivitas olahrga, hal tersebut dapat terjadi akibat trauma atau penggunaan yang berulang-ulang dalam waktu lama. Lokasi cedera pada olahraga  biasanya tergantung dari olahraga yang dilakukan, sebagai contonya untuk olahraga kontak: tinju, karate, luka pada derah hidung dan wajah, sedangkan olahraga lari,lompat biasanya cedera pada daerah sendi pergelangan kaki ataupun lutut.
Cedera olahraga dapat diklasifikasikan sebagai cedera ringan apabila robekan yang terjadi hanya dapat dilihat dibawah mikroskop, dengan keluhan minimal, dan tidak mengganggu penampilan secara berarti. Contoh yang dapat dilihat adalah memar, lecet, dan sprain ringan. Cedera sedang ditandai dengan kerusakan jaringan yang nyata, nyeri, bengkak, kemerahan, panas, dan ada gangguan fungsi. Tanda radang seperti tumor, rubor, kalor, dolor, dan functiolaesa terlihat nyata secara keseluruhan atau sebagian. Contoh dari cedera ini adalah robeknya otot, tendo, serta ligament secara parsial. Pada cedera berat terjadi robekan total atau  hampir total, dan bias juga terjadi patah tulang. Cedera ini membutuhkan istirahat total, pengobatan intensif, atau bahkan operasi.
Guna memahami  patofisiologi cedera olahraga, pengetahuan tentang stabilitas sendi, elatisitas dan jaringan penompang dan penggerak sendi  mutlak diperlukan. Pengetahuan tersebut sekaligus dapat digunakan untuk membuat program pencegahan cedera pada olahraga

PENDAHULUAN
Ada dua jenis cedera yang sering dialami oleh atlet, yaitu trauma akut dan Overuse Syndrome (Sindrom Pemakaian Berlebih). Trauma akut adalah suatu cedera berat yang terjadi secara mendadak, seperti robekan ligament, otot, tendo, atau terkilir, atau bahkan patah tulang. Cedera akut biasanya memerlukan pertolongan profesional.  Sindrom pemakaian berlebih sering dialami oleh atlet, bermula dari adanya suatu kekuatan yang sedikit berlebihan, namun berlangsung berulang-ulang dalam jangka waktu lama. Sindrom ini kadang memberi respon yang baik dengan pengobatan sendiri.
Cedera olahraga seringkali direspon oleh tubuh dengan tanda radang yang terdiri atas rubor (merah), tumor (bengkak), kalor (panas), dolor (nyeri), dan functiolaesa (penurunan fungsi). Pembuluh darah di lokasi cedera akan melebar (vasodilatasi) dengan maksud untuk mengirim lebih banyak nutrisi dan oksigen dalam rangka mendukung penyembuhan. Pelebaran pembuluh darah ini lah yang mengakibatkan lokasi cedera terlihat lebih merah (rubor).  Cairan darah yang banyak dikirim di lokasi cedera akan merembes keluar dari kapiler menuju ruang antar sel, dan menyebabkan bengkak (tumor). Dengan dukungan banyak nutrisi dan oksigen, metabolisme di lokasi cedera akan meningkat dengan sisa metabolisme berupa panas. Kondisi inilah yang menyebabkan lokasi cedera akan lebih panas (kalor) dibanding dengan lokasi lain. Tumpukan sisa metabolisme dan zat kimia lain akan merangsang ujung saraf di lokasi cedera dan menimbulkan nyeri (dolor). Rasa nyeri juga dipicu oleh tertekannya ujung saraf karena pembengkakan yang terjadi di lokasi cedera. Baik rubor, tumor, kalor, maupun dolor akan menurunkan fungsi organ atau sendi di lokasi cedera yang dikenal dengan istilah functiolaesa.
Cedera olahraga dapat diklasifikasikan sebagai cedera ringan apabila robekan yang terjadi hanya dapat dilihat dibawah mikroskop, dengan keluhan minimal, dan tidak mengganggu penampilan secara berarti. Contoh yang dapat dilihat adalah memar, lecet, dan sprain ringan. Cedera sedang ditandai dengan kerusakan jaringan yang nyata, nyeri, bengkak, kemerahan, panas, dan ada gangguan fungsi. Tanda radang seperti tumor, rubor, kalor, dolor, dan functiolaesa terlihat nyata secara keseluruhan atau sebagian. Contoh dari cedera ini adalah robeknya otot, tendo, serta ligament secara parsial. Pada cedera berat terjadi robekan total atau  hampir total, dan bias juga terjadi patah tulang. Cedera ini membutuhkan istirahat total, pengobatan intensif, atau bahkan operasi.
Cedera yang sering terjadi pada atlet adalah sprain yaitu cedera pada sendi yang mengakibatkan robekan pada ligament. Sprain terjadi karena adanya tekanan yang berlebihan dan mendadak pada sendi, atau karena penggunaan berlebihan yang berulang-ulang. Sprain ringan biasanya disertai hematom dengan sebagian serabut ligament putus, sedangkan pada sprain sedang terjadi efusi cairan yang menyebabkan bengkak. Pada sprain berat, seluruh serabut ligamen putus sehingga tidak dapat digerakkan seperti biasa dengan rasa nyeri hebat, pembengkakan, dan adanya darah dalam sendi.
Dislokasi sendi juga sering terjadi pada olahragawan yaitu terpelesetnya bonggol sendi dari tempatnya. Apabila sebuah sendi pernah mengalami dislokasi, maka ligament pada sendi tersebut akan kendor, sehingga sendi tersebut mudah mengalami dislokasi kembali (dislokasi habitualis). Penanganan yang dapat dilakukan pada saat terjadi dislokasi adalah segera menarik persendian tersebut dengan sumbu memanjang.
Cedera olahraga berat yang sering terjadi pada olahragawan adalah patah tulang yang dapat dibagi menjadi patah tulang terbuka dan tertutup. Patah tulang terbuka terjadi apabila pecahan tulang melukai kulit, sehingga tulang terlihat keluar, sedangkan pada patah tulang tertutup, pecahan tulang tidak menembus permukaan kulit. Pada kasus patah tulang, olahragawan harus berhenti dari pertandingan, dan secepat mungkin harus dibawa ke professional karena harus direposisi secepatnya. Reposisi yang dilakukan sebelum limabelas menit akan member hasilmemuaskan karena pada saat itu belum terjadi nyeri pada tulang (neural shock). Setelah reposisi bias dipasang spalk untuk mempertahankan posisi dan sekaligus menghentikan perdarahan.
Penyebab terjadinya cedera olahraga dapat berasal dari luar seperti misalnya kontak keras dengan lawan pada olahraga body contact, karena benturan dengan alat-alat olahraga seperti misalnya stick hockey, bola , raket, dan lain-lain. Dapat pula disebabkan oleh keadaan lapangan yang tidak rata yang meningkatkan potensi olahragawan untuk jatuh, terkilir, atau bahkan patah tulang. Penyebab dari dalam biasanya terjadi karena koordinasi otot dan sendi yang kurang sempurna, ukuran tungkai yang tidak sama panjang, ketidak seimbangan otot antagonis.



A.      PENYEBAB-PENYEBAB CEDERA OLAHRAGA
Penyebab cedera olahraga biasanya akibat dari trauma/ benturan langsung ataupun latihan yang berulang-ulang dalam waktu lama. Penyebab ini dapat dibedakan menjadi:
1.      Factor dari luar
a.       Body contact sport           : sepakbola, tinju, karate
b.      Alat olahraga                     : stick hokey, raket, bola
c.       Kondisi lapangan              : licin, tidak rata, becek
2.      Factor dari dalam
a.       Factor anatomi
Panjang tungkai yang tidak sama, arcus kaki rata, kaki cinjit, sehingga pada waktu lari akan mengganggu gerakan.
b.      Latihan gerakan/pukulan yang keliru misalnya: pukulan backhand
c.       Adanya kelemahan otot
d.      Tingkat kebugaran rendah
3.      Penggunaan yang berlebihan /overuse
Gerakan atau latihan yang berlebihan dan berulang-ulang dalam waktu relative lama/mikro trauma dapat menyebabkan cedera.

B.       BERAT RINGANNYA CEDERA
1.      Cedera ringan: cedera yang tidak diiukuti kerusakan bererti pada jaringan, bengkak tidak mempengaruhi penampilan, misalnya: lecet, memar
2.      Cedera sedang: ada kerusakan jaringan, nyeri, bengkak nyata, memnggenggu penampilan, misalnya ; sprain, strain grade 2
3.      Cedera berat: kerusakan jaringan parah, bengkak besar, nyeri tak tertahankan, tidak bias tampil/ harus berhenti olahraga.

C.      FAKTOR-FAKTOR PENTING PENYEBAB TIMBULNYA CEDERA
Penyebab timbulnya cedera olahraga adalah trauma langsung/benturan langsung pada yang melakukan aktivitas olahraga dapat mengalami cedera karena trauma/benturan langsung yang menyebabkan cedera olahraga akut atau akibat latihan yang berlebih/overuse yang menyebabkan cedera kronis. Overuse  injury adalah terjadi akibat proses akumulasi dari cedera berulang-ulang dan baru dirasakan atau diketahui setelah bertahun-tahun  melakukan aktivitas olahraga. Sedangkan factor-faktor yang dapat mingkatkan resiko cedera olahraga antara lain:
a.       Factor atlet
1.      Usia
Semakin usia bertambah semakin berpengaruh terhadap kondisi fisik atlet serta lamanya penyembuhan cedera. Pada usia 30-40 tahun kekuatan otot relative menurun, sedangkan elastisitas tendon menurun setelah usia 30 tahun dan kekuatan otot menurun setelah usia 40 tahun. Kekuatan otot mencapai maksimal pada 25 tahun.
2.      Perilaku
Atlet yang perilakunya kasar. Sangat emosional, temperamen tinggi cenderung mengalami cedera baik cedera yang mengenai dirinya atau terhadap lawan main, mereka tidak memperhatikan resiko yang akan terjadi.
Misalnya: kalah dalam perbuatan bola kemudian melakukan tekling keras terhadap lawan.
3.      Pengalaman
Atlet senior atau banyak pengalaman dalam berbanding lebih menyadari akan resiko terjadinya cedera, sehingga resiko terjadinya cedera lebih kecil dibanding dengan atlet pemula.
4.      Pemanasan
Kurangnya pemanasan mengakibatkan otot belum teratur sehingga tidak siap menerima pembebanan, yang akhirnya mudah terjadi cedera.
5.      Tahap latihan
Pada tahap latihan atau pertandingan biasanya mudah terjadi cedera karena otot siap atau pada tahap akhir pertandingan karena sudah lelah.
6.      Teknik
Teknik latihan/pukulan yang keliru. Misalnya pukulan backhand tenes
7.      Program latihan
Padatnya program latihan menjelang kompetesi atau programnya terlalu berat, tanpa ada waktu istirahat,atau jarak kompetisi satu dengan yang lain atau terlalu dekat.
8.      Tingkat kebugaran fisik
Kondisi fisik yang kurang fit dan muddah lelah, bila berbenturan dengan pemain yang fisiknya bagus mudah timbul cedera.
9.      Keadaan gizi kurang
10.  Istirahat yang tidak cukup.

b.      Fasilitas latihan
1.      Kondisi lapangan: lapangan yang tidak rata, becek, licin
2.      Perlengkapan : penggunaan sepatu yang tidak sesuai ukuran, sol sepatu sudah menipis.
3.      Pelindung             : kaca mata, helm pada balap sepeda.
4.      Penerangan : terlalu silau, remang-remang dapat mempengaruhi perkiran jarak pandang datangnya bola/pukulan
5.      Cuaca : cuaca hujan memudahkan pemain jatuh terpeleset.
c.       Jenis olahraga
1.      Jenis olahraga body contack: tinju, karate,sepak bola, basket
2.      Olahraga yang membutuhkan kekuatan besar:  angk besi, angkat berat, gulat, judo
3.      Sifat olahraga kompetitif, yang membutuhkan semangat tinggi/persaingan tinggi sehingga atlet berusaha semaksimal munkin.
d.      Wasit : wasit yang kurang tegas/kurang memahami peraturan pertandingan dan tidak fair play.
e.       Pelatih: pelatih yang berambisi kemenangan dengan caraapapun tanpa melihat atletnya cedera.
f.       Penonton: penonton yang fanatic/emosional, tidak bias menerima kekalahan.
g.      Petugas keamanan: kurang siap.

D.      MEKANISME CEDERA
Proses mekanisme terjadinya cedera olahraga dapat dibedakan menjadi:
1.      Traksi : jaringan mengalami tarikan yang cukup kuat melebihi batas kelenturan sehingga mengakibatkan kerobekan otot atau ligamentum, misalnya: tarikan tendo akhiles, bahkan bisa putus pada saat melompat,lari ataupun loncat.
2.      Kompresi : jaringan mengalami tekanan oleh beban yang berlebih, misalnya sering melakukan gerakan loncat, loncat jongkok, akan lmengakibatkan tekanan pembebanan terhadap sendi utut ataupun penekanan oleh berat badan yang berlebihan.
3.      Torsi : jaringan mengalami putaran mendadak/tiba-tiba pada saat jaringan mengalami pembebanan. Misalnya sewaktu melompat, saat jaringan mengalami pembebanan. Misalnya sewaktu melompat, saat menginjakkan kaki ketanah tubuh berputar arah sehingga menimbulkan kerusakan jaringan sekitar lutut. Ataupun pada peman sepakbola ketika mengejar bola, berarti mendadak dan disertaiperputaran badan.
4.      Bending jaringan mengalami penekukan yang berlebihan oleh adanya gaya yang sangat kuat. Misalnya pada pemain voly ketika melakukan smes dengan meloncat dan turun dengan posisi pergelangan kaki menekuk, sehingga mengakibatkan kerobekan ligament talofibolare atau ketika berlari salah satu kaki terpelosok ke lubang sempit sehingga sendi lutut seperti di luruskan secara paksa atau tulang betis tertekuk dan mengakibatkan patah tulang.
5.      Stess geser : adanya gaya saling menggeser berlawanan arah seperti menggunting pada sendi, sehingga dapat merusak permukaan sendi/cartilage articularis. Misalnya lari cepat mengejar bola berhenti tiba-tiba, badan condong ke depan dan lutut menekuk.
6.      Pembebanan berulang-ulang waqlaupun kecil dapat mengakibatkan cidera, misalnya pada lari jarak jauh pemain tenis dan pemain sepeda.

E.       REAKSI JARINGAN TERHADAP CEDERA
Adanya pada satu jaringan biasanya bias mengakibatkan per4uubahan patologi setempat pada pembuluh darah dan jaringan di sekitarnya sebagai reaksi radang. Raksi local segera pada jaringan yang mengalami cedera adalah reflex vasokonstriksi untuk beberapa saat, yang segera diikuti oleh reflex vasidilatasi yang akan meningkatkan aliran di tempat cedera. Pembuluh darah menjadi lebih permiabel sehingga plasma darah mengalir ke jaringan sekitarnya. Selain itu terjadi migrasi leukosit ke dalam jaringan cedera. Perubahan ini menimbulkan gejala dan tanda khas peradangan yaitu kemerahan, panas dan bengkak. Pembengkakan ini bila menekan syaraf akan menimbulkan nyeri. Tahap ini disebut tahap Hyperaemia yang berlangsung 24-48 jam. Selanjutnya memasuki tahap Stasis, aliran darah menjadi lambat dan dalam keadaan status. Melambatnya aliran darah dan kenaikan permiabilitas pembuluh darah memungkinkan cairan plasma menempati jaringan sekitarnya. Pengumpulan cairan dalam jaringan menimbulkan oedem. Pembengkakan pada tahap hyperaemia pada palpas iteraba tegang dan keras, tetapi pada oedem dengan penekanan ujung jari pada bagian tersebut akan lama kembalinya. Bila aliran darah sudah kembali normal akan memasuki tahap resolusi dimana cairan yang berada pada jaringan tadi akan kembali melalui pembuluh darah vena dan lympe. Peningkatan aliran darah akan mempercepat penyembuhan  dan gejala-gejala radang dengan pelan-pelan menghilang kemudian membuat jaringan granulasi untuk kemudian dilanjutkan dengan peyembuhan jaringan masing-masing. Sedangkan cairan yang tetap tinggal dalam jaringan akan menjadi jaringan fibrous.

F.        MACAM – MACAM CEDERA
Cedera yang ditimbulkan oleh trauma dapat mengenai jaringan lunak ataupun tulang sehingga dapat mengakibatkan cedera antara lain:
1.      Kontusio: memar, hematom, adanya gumpalan darah pada jaringan.
2.      Sprain: robekan sebagian atau total dari ligament karena peregangan yang berlebihan, biasanya mempengaruhi kestabilan sendi.
3.      Subluxatio: sebagian kedua facies articularis / permuykaan sendi bergeser.
4.      Dislokasi: pemisahan total antara facies articularis yang satu dengan yang lainnya.
5.      Strain:  kerusakan yang terjadi karena peregangan  yang berlebihan pada jaringan otot, tendo.
6.      Tendinitis: terjadi peradangan tendon  akibat penggunaan yang berlebihan.
7.      Avulsion fracture: kerusakan tulang pada tempat perlekatan tendo oleh karena kontraksi tiba-tiba, tercabutnya origo hamstring pada pelari gawang.
8.      Fracture bagian tulang yang membentuk persendian : bila terjadi perpatahan di daerah ini akan mengakibatkan hemarthrosis (perdarahan dalam persendian).
9.      Fracture dekat persendian : perpatahan dekat persendian bisa mengakibatkan kekakuan sendi.
G.       LOKASI CEDERA OLAHRAGA
1.      Bahu
a.    Fracture clavicula: biasanya jatuh dengan lengan yang diulurkan.
b.    Dislokasi sendi glenohumeral, karena jatuh dengan posisi bahu abduksi dan eksternal rotasi atau pada saat melakukan lemparan bola diblok (rugby)
c.    Tendinitis karena penggunaan berulang-ulang pada perenang.
d.   Starin pada tenis shoulder.
2.      Siku
a.       Kontusio dan fracture pada pemain voli jatuh dengan siku terulur.
b.      Sprain-strain dijumapai pada lempar lembing, jatuh dengan siku hiperekstensi.
c.       Dislokasi jatuh posisi siku menekuk, balap sepeda, sepakbola jockey.
d.      Tendinitis radang extensor carpiradialis/tenes elbow, golfers.
3.      Pergelangan tangan
a.       Colles fracture, jatuh dengan tangan ekstensi, sepakbola, balap sepeda, berkuda.
b.      Sprain-strain pada pemain tenes balap sepeda, bulutangkis.
4.      Tulang belakang
a.       Strain: lompat indah, renang, balap sepeda, voli senam
b.      Sondylolisthesis, terjadi pergeseran vertebra pada pesenam, lompat tinggi.
5.      Panggul
a.       Subtrochanteric fracture pada pelari dengan intensitas latihan ditingkatkan dan permukaan tidak rata.
b.      Strain: lari gawang strain hamstring, loncat gawang.

6.       Lutut
a.       Kerusakan ligament dan meniscus, karena benturan dari sisi luar /dalam atu lutut ekstensi disertai badan memutar pada pemain sepakbola.
b.      Strain tendo patella pada pelompat, balap sepeda, bulutangkis, bola basket, angkat berat.
c.       Strain fracture illiotiial band, pelari jarak jauh dengan kaki pronasi, balap sepeda.
7.      Pergelangan kaki
a.       Sprain, hamper semua cabang olahraga
b.      Footballers ankle pada pemain sepakbola dengan hyperdorsi flexi ankle atau hyperplantar flexi pada waktu menendang.
c.       Tendisai achllles, pelari
d.      Strain tibialis posterior, pemain ski, ice skating
e.       Fasciitis plantaris pada pelari jarak jauh
8.      Kepala
a.       Hilangnya kesadaran karena pukulan petinju pada kepala bagian belakang
b.      Memar pada wajah, bibir akibat pukulan.

H.      CARA-CARA PENCEGAHAN CEDERA OLAHRAGA
Usaha pencegahan cedera olahraga adalah lebih baik daripada mengobatinya, jika atlet mengalami cedera harus cepat mendapatkan penanganan. Semakin cepat sembuh semakin cepat untuk berlatih atau bertanding. Pencegahan seharusnya dimulai sejak  awal sebelum atlet mulai berlatih olahraga.
Adapun cara-cara pencegahan cedera olahraga antara lain:
1.      Melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin sebelum berlatih/bertanding ataupun sesudahnya.
2.      Melakukan pemanasan atau peregangan yang benar sebelum berlatih secara individu ataupun berpartner.
3.      Pilih peralatan yang baik: misalnya ukuran sepatu yang cocok, tidak terlalu sempit, perhatikan sol sepatu yang sudah tipis supaya diganti atau alas pegangan raket yang tipis perlu diganti.
4.      Penggunaan pelindung atau pengaman : misalnbya penggunaan helm pada petinju, pelindung dada pada olahraga karate, pencak silat.
5.      pengendalian emosi : emosi yang tidak terkontrol bias mengakibatkan benturan fisik dan harus bias menerima kekalahan, tidak mudah terkena provokasi.
6.      Menguasai teknik latihan yang benar, misalnya dalam hal pukulan backhand pada petenis, atau cara memegang raket, cara melempar bola.
7.      Memeriksa kondisi lapangan : apakah lapangan rata, banyak kerikil atau lapangannya becek, apabila lapangan tidak rata, banyak kerikil dan licin resiko untuk terpeleset atau jatuh sangat tinggi.
8.      Memperkuat otot – otot yang besar, yang banyak digunakan pada jenis olahraga tertentu, misalnya otot-otot tungkai diperkuat untuk cabang olahraga sepakbola, dan karate. Sedangkan bepenguatan otot-otot bahu ditujukan untuk tenis maupun bulutangkis. Latihan penguatan otot bisa menggunakan  alat beban maupun berat badan sendiri ketika melakukan aktivitas push up. bisa juga latihan penguatan otot-otot tungkjai dengan cara naik turun tangga. 
9.      Memilih pelatih yang berpengalaman artinya berpengalaman dalam melatih untuk meningkatkan kemampuan atlet tanpa terjadi cidera paupun dalam hal mencegah cidera olah raga. Misalnya dalam pertandingan sepakbola yang sangat melelahkan, begitu ada pemain yang kelihatan lelah pelatih cepat tanggap untuk mengamati dengan pemain yang lain.(train don’t strain, letih jangan dirobek).
10.  Meningkatkan kebugaran fisik; dengan kondisi kebugaran fisik yang tinggi tubuh siap menerima pembebanan fisik, sehingga tidak cepat mengalami kelelahan yang akhirnya dapat mengakibatkan timbulnya cedera.

DAFTAR PUSTAKA
Doris Eitner et all. 1982. Physical Therapy for sport, W.B Saunders Company
Kullun, D.N. 1988. The Injured Athlete, 2 and edition, J.B Leppinicott Coy Philadelphia.
Micheli LJ 1995.the Sport medition. Bible. Harper Perennial, new York
Petersion L, Reston.P. 1986. Sport Injury, London
Sperryn ,P.N. 1986. Sport and  Medicine.Butterwoth, London




Komentar

Postingan populer dari blog ini