PATOFISIOLOGI
CEDERA OLAHRAGA
Arif
setiawan, FIK-UNNES
Olah raga tidak
terlepas dari adanya gerakan yang selanjutnya akan melibatkan berbagai
struktur/jaringan pada tubuh manusia, misalnya sendi, otot,meniscus/discus,
kapsuloligamenter, dan otot. Gerakanterjadi bilamana mobilitas serta
elastisitas dan kekuatan jaringan penompang dan penggerak senditerjamin.
Semakin mobile suatu persendian mempunyai konsekuensi berupa semakin tidak
stabilnya sendi tersebut. Ketidakstabilan suatu sendi akan mengakibatkan
struktur sekitarnya mudah cedera apalagi
bila elastisitas dan kekuatan jaringan penompang dan penggerak sendi tidak
memadai. Stabilitas suatu persendian akan dipengaruhi oleh: konfigurasi tulang
pembentuknya, keadaan kapsuloligamenter,
keadaan otot penggerak, tekanan intra artikuler, keadaan discus/ meniscus,
derajat kebebasan gerak serta pengaruh gaya gravitasi.
Perjuangan
untuk mencapai suatu prestasi bertingkat nasional bahkan intrnasional
dibutuhkan proses latihan yang cukup panjang dengan memperhatikan
prinsip-prinsip latihan, factor kesehatan, mental, gizi, bahkan factor yang
dapat menimbulkan cedera. Cedera olahraga adalah suatu keadaan dimana terjadi
kerusakan jaringan pada saat melakukan latihan/aktivitas olahrga, hal tersebut
dapat terjadi akibat trauma atau penggunaan yang berulang-ulang dalam waktu
lama. Lokasi cedera pada olahraga
biasanya tergantung dari olahraga yang dilakukan, sebagai contonya untuk
olahraga kontak: tinju, karate, luka pada derah hidung dan wajah, sedangkan
olahraga lari,lompat biasanya cedera pada daerah sendi pergelangan kaki ataupun
lutut.
Cedera olahraga dapat diklasifikasikan sebagai cedera
ringan apabila robekan yang terjadi hanya dapat dilihat dibawah mikroskop,
dengan keluhan minimal, dan tidak mengganggu penampilan secara berarti. Contoh
yang dapat dilihat adalah memar, lecet, dan sprain ringan. Cedera sedang
ditandai dengan kerusakan jaringan yang nyata, nyeri, bengkak, kemerahan,
panas, dan ada gangguan fungsi. Tanda radang seperti tumor, rubor, kalor,
dolor, dan functiolaesa terlihat nyata secara keseluruhan atau sebagian. Contoh
dari cedera ini adalah robeknya otot, tendo, serta ligament secara parsial.
Pada cedera berat terjadi robekan total atau
hampir total, dan bias juga terjadi patah tulang. Cedera ini membutuhkan
istirahat total, pengobatan intensif, atau bahkan operasi.
Guna
memahami patofisiologi cedera olahraga,
pengetahuan tentang stabilitas sendi, elatisitas dan jaringan penompang dan
penggerak sendi mutlak diperlukan.
Pengetahuan tersebut sekaligus dapat digunakan untuk membuat program pencegahan
cedera pada olahraga
PENDAHULUAN
Ada dua jenis cedera yang sering dialami oleh atlet,
yaitu trauma akut dan Overuse Syndrome
(Sindrom Pemakaian Berlebih). Trauma akut adalah suatu cedera berat yang
terjadi secara mendadak, seperti robekan ligament, otot, tendo, atau terkilir,
atau bahkan patah tulang. Cedera akut biasanya memerlukan pertolongan
profesional. Sindrom pemakaian berlebih
sering dialami oleh atlet, bermula dari adanya suatu kekuatan yang sedikit
berlebihan, namun berlangsung berulang-ulang dalam jangka waktu lama. Sindrom
ini kadang memberi respon yang baik dengan pengobatan sendiri.
Cedera olahraga seringkali direspon oleh tubuh dengan
tanda radang yang terdiri atas rubor (merah), tumor (bengkak), kalor (panas),
dolor (nyeri), dan functiolaesa (penurunan fungsi). Pembuluh darah di lokasi
cedera akan melebar (vasodilatasi) dengan maksud untuk mengirim lebih banyak
nutrisi dan oksigen dalam rangka mendukung penyembuhan. Pelebaran pembuluh
darah ini lah yang mengakibatkan lokasi cedera terlihat lebih merah
(rubor). Cairan darah yang banyak
dikirim di lokasi cedera akan merembes keluar dari kapiler menuju ruang antar
sel, dan menyebabkan bengkak (tumor). Dengan dukungan banyak nutrisi dan
oksigen, metabolisme di lokasi cedera akan meningkat dengan sisa metabolisme
berupa panas. Kondisi inilah yang menyebabkan lokasi cedera akan lebih panas
(kalor) dibanding dengan lokasi lain. Tumpukan sisa metabolisme dan zat kimia
lain akan merangsang ujung saraf di lokasi cedera dan menimbulkan nyeri
(dolor). Rasa nyeri juga dipicu oleh tertekannya ujung saraf karena
pembengkakan yang terjadi di lokasi cedera. Baik rubor, tumor, kalor, maupun
dolor akan menurunkan fungsi organ atau sendi di lokasi cedera yang dikenal
dengan istilah functiolaesa.
Cedera olahraga dapat diklasifikasikan sebagai cedera
ringan apabila robekan yang terjadi hanya dapat dilihat dibawah mikroskop,
dengan keluhan minimal, dan tidak mengganggu penampilan secara berarti. Contoh
yang dapat dilihat adalah memar, lecet, dan sprain ringan. Cedera sedang
ditandai dengan kerusakan jaringan yang nyata, nyeri, bengkak, kemerahan,
panas, dan ada gangguan fungsi. Tanda radang seperti tumor, rubor, kalor,
dolor, dan functiolaesa terlihat nyata secara keseluruhan atau sebagian. Contoh
dari cedera ini adalah robeknya otot, tendo, serta ligament secara parsial.
Pada cedera berat terjadi robekan total atau
hampir total, dan bias juga terjadi patah tulang. Cedera ini membutuhkan
istirahat total, pengobatan intensif, atau bahkan operasi.
Cedera yang sering terjadi pada atlet adalah sprain yaitu
cedera pada sendi yang mengakibatkan robekan pada ligament. Sprain terjadi
karena adanya tekanan yang berlebihan dan mendadak pada sendi, atau karena
penggunaan berlebihan yang berulang-ulang. Sprain ringan biasanya disertai
hematom dengan sebagian serabut ligament putus, sedangkan pada sprain sedang
terjadi efusi cairan yang menyebabkan bengkak. Pada sprain berat, seluruh
serabut ligamen putus sehingga tidak dapat digerakkan seperti biasa dengan rasa
nyeri hebat, pembengkakan, dan adanya darah dalam sendi.
Dislokasi sendi juga sering terjadi pada olahragawan
yaitu terpelesetnya bonggol sendi dari tempatnya. Apabila sebuah sendi pernah
mengalami dislokasi, maka ligament pada sendi tersebut akan kendor, sehingga
sendi tersebut mudah mengalami dislokasi kembali (dislokasi habitualis).
Penanganan yang dapat dilakukan pada saat terjadi dislokasi adalah segera
menarik persendian tersebut dengan sumbu memanjang.
Cedera olahraga berat yang sering terjadi pada
olahragawan adalah patah tulang yang dapat dibagi menjadi patah tulang terbuka
dan tertutup. Patah tulang terbuka terjadi apabila pecahan tulang melukai
kulit, sehingga tulang terlihat keluar, sedangkan pada patah tulang tertutup,
pecahan tulang tidak menembus permukaan kulit. Pada kasus patah tulang,
olahragawan harus berhenti dari pertandingan, dan secepat mungkin harus dibawa
ke professional karena harus direposisi secepatnya. Reposisi yang dilakukan
sebelum limabelas menit akan member hasilmemuaskan karena pada saat itu belum
terjadi nyeri pada tulang (neural shock). Setelah reposisi bias dipasang spalk
untuk mempertahankan posisi dan sekaligus menghentikan perdarahan.
Penyebab
terjadinya cedera olahraga dapat berasal dari luar seperti misalnya kontak
keras dengan lawan pada olahraga body contact, karena benturan dengan alat-alat
olahraga seperti misalnya stick hockey, bola , raket, dan lain-lain. Dapat pula
disebabkan oleh keadaan lapangan yang tidak rata yang meningkatkan potensi
olahragawan untuk jatuh, terkilir, atau bahkan patah tulang. Penyebab dari
dalam biasanya terjadi karena koordinasi otot dan sendi yang kurang sempurna,
ukuran tungkai yang tidak sama panjang, ketidak seimbangan otot antagonis.
A.
PENYEBAB-PENYEBAB
CEDERA OLAHRAGA
Penyebab
cedera olahraga biasanya akibat dari trauma/ benturan langsung ataupun latihan
yang berulang-ulang dalam waktu lama. Penyebab ini dapat dibedakan menjadi:
1. Factor
dari luar
a. Body
contact sport : sepakbola,
tinju, karate
b. Alat
olahraga : stick
hokey, raket, bola
c. Kondisi
lapangan : licin, tidak rata,
becek
2. Factor
dari dalam
a. Factor
anatomi
Panjang tungkai yang
tidak sama, arcus kaki rata, kaki cinjit, sehingga pada waktu lari akan
mengganggu gerakan.
b. Latihan
gerakan/pukulan yang keliru misalnya: pukulan backhand
c. Adanya
kelemahan otot
d. Tingkat
kebugaran rendah
3.
Penggunaan yang
berlebihan /overuse
Gerakan
atau latihan yang berlebihan dan berulang-ulang dalam waktu relative lama/mikro
trauma dapat menyebabkan cedera.
B.
BERAT
RINGANNYA CEDERA
1. Cedera
ringan: cedera yang tidak diiukuti kerusakan bererti pada jaringan, bengkak
tidak mempengaruhi penampilan, misalnya: lecet, memar
2. Cedera
sedang: ada kerusakan jaringan, nyeri, bengkak nyata, memnggenggu penampilan,
misalnya ; sprain, strain grade 2
3. Cedera
berat: kerusakan jaringan parah, bengkak besar, nyeri tak tertahankan, tidak
bias tampil/ harus berhenti olahraga.
C.
FAKTOR-FAKTOR
PENTING PENYEBAB TIMBULNYA CEDERA
Penyebab timbulnya cedera
olahraga adalah trauma langsung/benturan langsung pada yang melakukan aktivitas
olahraga dapat mengalami cedera karena trauma/benturan langsung yang
menyebabkan cedera olahraga akut atau akibat latihan yang berlebih/overuse yang menyebabkan cedera kronis. Overuse injury
adalah terjadi akibat proses akumulasi dari cedera berulang-ulang dan baru
dirasakan atau diketahui setelah bertahun-tahun
melakukan aktivitas olahraga. Sedangkan factor-faktor yang dapat
mingkatkan resiko cedera olahraga antara lain:
a. Factor
atlet
1. Usia
Semakin usia bertambah
semakin berpengaruh terhadap kondisi fisik atlet serta lamanya penyembuhan
cedera. Pada usia 30-40 tahun kekuatan otot relative menurun, sedangkan
elastisitas tendon menurun setelah usia 30 tahun dan kekuatan otot menurun
setelah usia 40 tahun. Kekuatan otot mencapai maksimal pada 25 tahun.
2. Perilaku
Atlet yang perilakunya
kasar. Sangat emosional, temperamen tinggi cenderung mengalami cedera baik
cedera yang mengenai dirinya atau terhadap lawan main, mereka tidak memperhatikan
resiko yang akan terjadi.
Misalnya: kalah dalam
perbuatan bola kemudian melakukan tekling keras terhadap lawan.
3. Pengalaman
Atlet senior atau banyak
pengalaman dalam berbanding lebih menyadari akan resiko terjadinya cedera,
sehingga resiko terjadinya cedera lebih kecil dibanding dengan atlet pemula.
4. Pemanasan
Kurangnya pemanasan
mengakibatkan otot belum teratur sehingga tidak siap menerima pembebanan, yang
akhirnya mudah terjadi cedera.
5. Tahap
latihan
Pada tahap latihan atau
pertandingan biasanya mudah terjadi cedera karena otot siap atau pada tahap
akhir pertandingan karena sudah lelah.
6. Teknik
Teknik latihan/pukulan
yang keliru. Misalnya pukulan backhand tenes
7. Program
latihan
Padatnya program latihan
menjelang kompetesi atau programnya terlalu berat, tanpa ada waktu
istirahat,atau jarak kompetisi satu dengan yang lain atau terlalu dekat.
8. Tingkat
kebugaran fisik
Kondisi fisik yang kurang
fit dan muddah lelah, bila berbenturan dengan pemain yang fisiknya bagus mudah
timbul cedera.
9. Keadaan
gizi kurang
10. Istirahat
yang tidak cukup.
b. Fasilitas
latihan
1. Kondisi
lapangan: lapangan yang tidak rata, becek, licin
2. Perlengkapan
: penggunaan sepatu yang tidak sesuai ukuran, sol sepatu sudah menipis.
3. Pelindung
: kaca mata, helm pada balap
sepeda.
4. Penerangan
: terlalu silau, remang-remang dapat mempengaruhi perkiran jarak pandang
datangnya bola/pukulan
5. Cuaca
: cuaca hujan memudahkan pemain jatuh terpeleset.
c. Jenis
olahraga
1. Jenis
olahraga body contack: tinju, karate,sepak bola, basket
2. Olahraga
yang membutuhkan kekuatan besar: angk
besi, angkat berat, gulat, judo
3. Sifat
olahraga kompetitif, yang membutuhkan semangat tinggi/persaingan tinggi
sehingga atlet berusaha semaksimal munkin.
d. Wasit
: wasit yang kurang tegas/kurang memahami peraturan pertandingan dan tidak fair
play.
e. Pelatih:
pelatih yang berambisi kemenangan dengan caraapapun tanpa melihat atletnya
cedera.
f. Penonton:
penonton yang fanatic/emosional, tidak bias menerima kekalahan.
g. Petugas
keamanan: kurang siap.
D.
MEKANISME
CEDERA
Proses mekanisme
terjadinya cedera olahraga dapat dibedakan menjadi:
1. Traksi
: jaringan mengalami tarikan yang cukup kuat melebihi batas kelenturan sehingga
mengakibatkan kerobekan otot atau ligamentum, misalnya: tarikan tendo akhiles,
bahkan bisa putus pada saat melompat,lari ataupun loncat.
2. Kompresi
: jaringan mengalami tekanan oleh beban yang berlebih, misalnya sering
melakukan gerakan loncat, loncat jongkok, akan lmengakibatkan tekanan
pembebanan terhadap sendi utut ataupun penekanan oleh berat badan yang
berlebihan.
3. Torsi
: jaringan mengalami putaran mendadak/tiba-tiba pada saat jaringan mengalami
pembebanan. Misalnya sewaktu melompat, saat jaringan mengalami pembebanan.
Misalnya sewaktu melompat, saat menginjakkan kaki ketanah tubuh berputar arah
sehingga menimbulkan kerusakan jaringan sekitar lutut. Ataupun pada peman
sepakbola ketika mengejar bola, berarti mendadak dan disertaiperputaran badan.
4. Bending
jaringan mengalami penekukan yang berlebihan oleh adanya gaya yang sangat kuat.
Misalnya pada pemain voly ketika melakukan smes dengan meloncat dan turun
dengan posisi pergelangan kaki menekuk, sehingga mengakibatkan kerobekan
ligament talofibolare atau ketika berlari salah satu kaki terpelosok ke lubang
sempit sehingga sendi lutut seperti di luruskan secara paksa atau tulang betis
tertekuk dan mengakibatkan patah tulang.
5. Stess
geser : adanya gaya saling menggeser berlawanan arah seperti menggunting pada
sendi, sehingga dapat merusak permukaan sendi/cartilage articularis. Misalnya
lari cepat mengejar bola berhenti tiba-tiba, badan condong ke depan dan lutut
menekuk.
6. Pembebanan
berulang-ulang waqlaupun kecil dapat mengakibatkan cidera, misalnya pada lari
jarak jauh pemain tenis dan pemain sepeda.
E.
REAKSI
JARINGAN TERHADAP CEDERA
Adanya pada satu jaringan
biasanya bias mengakibatkan per4uubahan patologi setempat pada pembuluh darah
dan jaringan di sekitarnya sebagai reaksi radang. Raksi local segera pada
jaringan yang mengalami cedera adalah reflex vasokonstriksi untuk beberapa saat,
yang segera diikuti oleh reflex vasidilatasi yang akan meningkatkan aliran di
tempat cedera. Pembuluh darah menjadi lebih permiabel sehingga plasma darah
mengalir ke jaringan sekitarnya. Selain itu terjadi migrasi leukosit ke dalam
jaringan cedera. Perubahan ini menimbulkan gejala dan tanda khas peradangan
yaitu kemerahan, panas dan bengkak. Pembengkakan ini bila menekan syaraf akan
menimbulkan nyeri. Tahap ini disebut tahap Hyperaemia yang berlangsung 24-48
jam. Selanjutnya memasuki tahap Stasis, aliran darah menjadi lambat dan dalam
keadaan status. Melambatnya aliran darah dan kenaikan permiabilitas pembuluh
darah memungkinkan cairan plasma menempati jaringan sekitarnya. Pengumpulan
cairan dalam jaringan menimbulkan oedem. Pembengkakan pada tahap hyperaemia
pada palpas iteraba tegang dan keras, tetapi pada oedem dengan penekanan ujung
jari pada bagian tersebut akan lama kembalinya. Bila aliran darah sudah kembali
normal akan memasuki tahap resolusi dimana cairan yang berada pada jaringan
tadi akan kembali melalui pembuluh darah vena dan lympe. Peningkatan aliran
darah akan mempercepat penyembuhan dan
gejala-gejala radang dengan pelan-pelan menghilang kemudian membuat jaringan
granulasi untuk kemudian dilanjutkan dengan peyembuhan jaringan masing-masing. Sedangkan
cairan yang tetap tinggal dalam jaringan akan menjadi jaringan fibrous.
F.
MACAM – MACAM CEDERA
Cedera yang ditimbulkan
oleh trauma dapat mengenai jaringan lunak ataupun tulang sehingga dapat
mengakibatkan cedera antara lain:
1. Kontusio:
memar, hematom, adanya gumpalan darah pada jaringan.
2. Sprain:
robekan sebagian atau total dari ligament karena peregangan yang berlebihan,
biasanya mempengaruhi kestabilan sendi.
3. Subluxatio:
sebagian kedua facies articularis / permuykaan sendi bergeser.
4. Dislokasi:
pemisahan total antara facies articularis yang satu dengan yang lainnya.
5. Strain: kerusakan yang terjadi karena peregangan yang berlebihan pada jaringan otot, tendo.
6. Tendinitis:
terjadi peradangan tendon akibat
penggunaan yang berlebihan.
7. Avulsion
fracture: kerusakan tulang pada tempat perlekatan tendo oleh karena kontraksi
tiba-tiba, tercabutnya origo hamstring pada pelari gawang.
8. Fracture
bagian tulang yang membentuk persendian : bila terjadi perpatahan di daerah ini
akan mengakibatkan hemarthrosis (perdarahan dalam persendian).
9. Fracture
dekat persendian : perpatahan dekat persendian bisa mengakibatkan kekakuan
sendi.
G.
LOKASI CEDERA OLAHRAGA
1. Bahu
a. Fracture
clavicula: biasanya jatuh dengan lengan yang diulurkan.
b. Dislokasi
sendi glenohumeral, karena jatuh dengan posisi bahu abduksi dan eksternal
rotasi atau pada saat melakukan lemparan bola diblok (rugby)
c. Tendinitis
karena penggunaan berulang-ulang pada perenang.
d. Starin
pada tenis shoulder.
2. Siku
a. Kontusio
dan fracture pada pemain voli jatuh dengan siku terulur.
b. Sprain-strain
dijumapai pada lempar lembing, jatuh dengan siku hiperekstensi.
c. Dislokasi
jatuh posisi siku menekuk, balap sepeda, sepakbola jockey.
d. Tendinitis
radang extensor carpiradialis/tenes elbow, golfers.
3. Pergelangan
tangan
a. Colles
fracture, jatuh dengan tangan ekstensi, sepakbola, balap sepeda, berkuda.
b. Sprain-strain
pada pemain tenes balap sepeda, bulutangkis.
4. Tulang
belakang
a. Strain:
lompat indah, renang, balap sepeda, voli senam
b. Sondylolisthesis,
terjadi pergeseran vertebra pada pesenam, lompat tinggi.
5. Panggul
a. Subtrochanteric
fracture pada pelari dengan intensitas latihan ditingkatkan dan permukaan tidak
rata.
b. Strain:
lari gawang strain hamstring, loncat gawang.
6. Lutut
a. Kerusakan
ligament dan meniscus, karena benturan dari sisi luar /dalam atu lutut ekstensi
disertai badan memutar pada pemain sepakbola.
b. Strain
tendo patella pada pelompat, balap sepeda, bulutangkis, bola basket, angkat
berat.
c. Strain
fracture illiotiial band, pelari jarak jauh dengan kaki pronasi, balap sepeda.
7. Pergelangan
kaki
a. Sprain,
hamper semua cabang olahraga
b. Footballers
ankle pada pemain sepakbola dengan hyperdorsi flexi ankle atau hyperplantar
flexi pada waktu menendang.
c. Tendisai
achllles, pelari
d. Strain
tibialis posterior, pemain ski, ice skating
e. Fasciitis
plantaris pada pelari jarak jauh
8. Kepala
a. Hilangnya
kesadaran karena pukulan petinju pada kepala bagian belakang
b. Memar
pada wajah, bibir akibat pukulan.
H.
CARA-CARA
PENCEGAHAN CEDERA OLAHRAGA
Usaha pencegahan cedera
olahraga adalah lebih baik daripada mengobatinya, jika atlet mengalami cedera
harus cepat mendapatkan penanganan. Semakin cepat sembuh semakin cepat untuk
berlatih atau bertanding. Pencegahan seharusnya dimulai sejak awal sebelum atlet mulai berlatih olahraga.
Adapun cara-cara
pencegahan cedera olahraga antara lain:
1. Melakukan
pemeriksaan kesehatan secara rutin sebelum berlatih/bertanding ataupun
sesudahnya.
2. Melakukan
pemanasan atau peregangan yang benar sebelum berlatih secara individu ataupun
berpartner.
3. Pilih
peralatan yang baik: misalnya ukuran sepatu yang cocok, tidak terlalu sempit,
perhatikan sol sepatu yang sudah tipis supaya diganti atau alas pegangan raket
yang tipis perlu diganti.
4. Penggunaan
pelindung atau pengaman : misalnbya penggunaan helm pada petinju, pelindung
dada pada olahraga karate, pencak silat.
5. pengendalian
emosi : emosi yang tidak terkontrol bias mengakibatkan benturan fisik dan harus
bias menerima kekalahan, tidak mudah terkena provokasi.
6. Menguasai
teknik latihan yang benar, misalnya dalam hal pukulan backhand pada petenis,
atau cara memegang raket, cara melempar bola.
7. Memeriksa
kondisi lapangan : apakah lapangan rata, banyak kerikil atau lapangannya becek,
apabila lapangan tidak rata, banyak kerikil dan licin resiko untuk terpeleset
atau jatuh sangat tinggi.
8. Memperkuat
otot – otot yang besar, yang banyak digunakan pada jenis olahraga tertentu,
misalnya otot-otot tungkai diperkuat untuk cabang olahraga sepakbola, dan
karate. Sedangkan bepenguatan otot-otot bahu ditujukan untuk tenis maupun
bulutangkis. Latihan penguatan otot bisa menggunakan alat beban maupun berat badan sendiri ketika
melakukan aktivitas push up. bisa juga latihan penguatan otot-otot tungkjai
dengan cara naik turun tangga.
9. Memilih
pelatih yang berpengalaman artinya berpengalaman dalam melatih untuk
meningkatkan kemampuan atlet tanpa terjadi cidera paupun dalam hal mencegah
cidera olah raga. Misalnya dalam pertandingan sepakbola yang sangat melelahkan,
begitu ada pemain yang kelihatan lelah pelatih cepat tanggap untuk mengamati
dengan pemain yang lain.(train don’t
strain, letih jangan dirobek).
10. Meningkatkan
kebugaran fisik; dengan kondisi kebugaran fisik yang tinggi tubuh siap menerima
pembebanan fisik, sehingga tidak cepat mengalami kelelahan yang akhirnya dapat
mengakibatkan timbulnya cedera.
DAFTAR PUSTAKA
Doris Eitner et all.
1982. Physical Therapy for sport, W.B
Saunders Company
Kullun, D.N. 1988. The Injured Athlete, 2 and edition, J.B Leppinicott Coy
Philadelphia.
Micheli LJ 1995.the Sport medition. Bible. Harper
Perennial, new York
Petersion L, Reston.P.
1986. Sport Injury, London
Sperryn ,P.N. 1986. Sport and Medicine.Butterwoth, London
Komentar
Posting Komentar